Dengan penduduk mayoritas muslim, menjadikan potensi besar bagi
perkembangan bisnis berbasis syariah. Jika dilihat dari data di Bank
Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan bank syariah beserta
produk-produknya pada 10 tahun terakhir meningkat pesat. Tentu dengan
dukungan dan kekuatan dari masyarakat menjadikan sistem ekonomi Islam di
Indonesia relatif lebih kokoh dibanding dengan negara Islam, yang mana
negara-negara tersebut melahirkan akuntansi syariah dari basis kekuatan
pemerintahannya.

Dikatakan juga bahwa akuntansi syariah adalah akuntansi yang berhubungan dengan aspek-aspek lingkungannya. Syariah Islam mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia baik ekonomi, politik, sosial dan filsafah moral, termasuk dalam hal akuntansi. Hal ini sejalan dengan perannya yang rahmatan lil alamin.
Bila akuntansi syariah dianggap sebagai bagian dari ibadah, maka terdapat tiga dimensi yang harus digapai dalam tujuan beribadah, yaitu mencari keridhoan Allah SWT, memenuhi kewajiban terhadap masyarakat, dan sekaligus memenuhi hak individu. Sehingga dalam pelaksanaannya terdapat tiga prinsip yang mendasarinya untuk menggapai tujuan beribadah tersebut, yaitu :
1. Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip pertanggungjawaban merupakan konsep yang tidak asing lagi di kalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban berkaitan langsung dengan konsep amanah. Dimana implikasinya dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Pertanggungjawabannya diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Dalam konteks akuntansi keadilan mengandung pengertian yang bersifat fundamental dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan moral, secara sederhana adil dalam akuntansi adalah pencatatan dengan benar setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan.
3. Prinsip Kebenaran
Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan . Kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam perspektif Islam menurut M. Syafii Antonio, meliputi,
1. Prinsip pertama
Legitimasi Muamalat
Legitimasi muamalat disini harus dipandang secara luas, karena wajib bagi orang-orang yang melakukan kegiatan akuntansi untuk menolak penyajian setiap informasi keuangan, apabila diketahui atau timbul keraguan bahwa tujuan dari penggunaanya adalah untuk menyempurnakan transaksi atau perdagangan yang tidak syah menurut syari’at. Apabila sesorang yang bekerja dibidang akuntansi karena suatu sebab harus menyajikan analisa atau informasi mengenai keuangan yang mengandung penyimpangan dari syari’at islam, baik secara samar maupun terang-terangan, maka minimal dia harus memberikan isyarat atau tanda pada uraian atau tafsirannya terhadap informasi tersebut.
Legitimasi muamalat itu tidaklah terbatas ruang lingkupnya sebagaimana diatas, bahkan juga mnecakup pihak-pihak yang bermuamalah, disamping segi-segi kegiatan akuntansi. Yang kami maksudkan dengan pihak-pihak bermuamalat itu adalah kedua belah pihak yang bermuamalat. Pihak pertama yaitu yang membentuk perusahaan atau para pemegang saham dan pihak kedua adalah orang-orang yang berkepentigan dengan mereka.
2. Prinsip kedua
a. Syakhshiyyah I’tibariyyah ( Entitas Spiritual )
Adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi tersebut. ada dua permasalahan yang mempengaruhi dan akan terpengaruh dengan konsep syakhshiyyah i’tibariyyah ini. Pertama, berkaitan dengan harta-harta yang di investasikan itu sendiri dan kaitannya dengan harta-harta pribadi tersebut. Kedua, berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemilik kepemilikan yang bersifat lahiriah, sebagai akibat atau hasil dari kegiatan investasinya.
b. Syakhshiyyah Qanuniyyah ( Legal Entity )
Adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi.
c. Wahdah Muhasabiyyah ( Kesatuan Akuntansi )
Adalah kerangka dasar yang menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat oleh buku-buku akuntansi dan apa yang harus diangkat oleh laporan keuangan baik berbentuk data keuangan yang sudah dikenal ataupun yang lain. Oleh karena itu, permasalahan yang harus dikaji untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan terhadap informasi keuangan. Kebutuhan informasi keuangan itulah yang akan terealisir pada akhirnya, yang diungkapkan dalam laporan keuangan.
3. Prinsip ketiga
Istimrariyyah ( Kontinuitas )
Istimrariyyah adalah prinsip yang keberadaannya dapat memberi pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan likuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi mengarah kepada kebalikannya. berdasarkan pendefinisian terhadap prinsip ini maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
Muqabalah ( Matching )
Muqabalah adalah suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi yang lainnya. Sebab, setiap sesuatu yang terjadi, pasti karena adanya suatu tindakan yang mendahuluinya, yang didasari oleh tujuan tertentu. Dan untuk selanjutnya, kedua kejadian tersebut harus saling dikaitkan guna mengetahui pengaruh-pengaruh yang di akibatkannya.

Dikatakan juga bahwa akuntansi syariah adalah akuntansi yang berhubungan dengan aspek-aspek lingkungannya. Syariah Islam mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia baik ekonomi, politik, sosial dan filsafah moral, termasuk dalam hal akuntansi. Hal ini sejalan dengan perannya yang rahmatan lil alamin.
Bila akuntansi syariah dianggap sebagai bagian dari ibadah, maka terdapat tiga dimensi yang harus digapai dalam tujuan beribadah, yaitu mencari keridhoan Allah SWT, memenuhi kewajiban terhadap masyarakat, dan sekaligus memenuhi hak individu. Sehingga dalam pelaksanaannya terdapat tiga prinsip yang mendasarinya untuk menggapai tujuan beribadah tersebut, yaitu :
1. Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip pertanggungjawaban merupakan konsep yang tidak asing lagi di kalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban berkaitan langsung dengan konsep amanah. Dimana implikasinya dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Pertanggungjawabannya diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Dalam konteks akuntansi keadilan mengandung pengertian yang bersifat fundamental dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan moral, secara sederhana adil dalam akuntansi adalah pencatatan dengan benar setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan.
3. Prinsip Kebenaran
Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan . Kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam perspektif Islam menurut M. Syafii Antonio, meliputi,
1. Prinsip pertama
Legitimasi Muamalat
Legitimasi muamalat disini harus dipandang secara luas, karena wajib bagi orang-orang yang melakukan kegiatan akuntansi untuk menolak penyajian setiap informasi keuangan, apabila diketahui atau timbul keraguan bahwa tujuan dari penggunaanya adalah untuk menyempurnakan transaksi atau perdagangan yang tidak syah menurut syari’at. Apabila sesorang yang bekerja dibidang akuntansi karena suatu sebab harus menyajikan analisa atau informasi mengenai keuangan yang mengandung penyimpangan dari syari’at islam, baik secara samar maupun terang-terangan, maka minimal dia harus memberikan isyarat atau tanda pada uraian atau tafsirannya terhadap informasi tersebut.
Legitimasi muamalat itu tidaklah terbatas ruang lingkupnya sebagaimana diatas, bahkan juga mnecakup pihak-pihak yang bermuamalah, disamping segi-segi kegiatan akuntansi. Yang kami maksudkan dengan pihak-pihak bermuamalat itu adalah kedua belah pihak yang bermuamalat. Pihak pertama yaitu yang membentuk perusahaan atau para pemegang saham dan pihak kedua adalah orang-orang yang berkepentigan dengan mereka.
2. Prinsip kedua
a. Syakhshiyyah I’tibariyyah ( Entitas Spiritual )
Adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi tersebut. ada dua permasalahan yang mempengaruhi dan akan terpengaruh dengan konsep syakhshiyyah i’tibariyyah ini. Pertama, berkaitan dengan harta-harta yang di investasikan itu sendiri dan kaitannya dengan harta-harta pribadi tersebut. Kedua, berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemilik kepemilikan yang bersifat lahiriah, sebagai akibat atau hasil dari kegiatan investasinya.
b. Syakhshiyyah Qanuniyyah ( Legal Entity )
Adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi.
c. Wahdah Muhasabiyyah ( Kesatuan Akuntansi )
Adalah kerangka dasar yang menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat oleh buku-buku akuntansi dan apa yang harus diangkat oleh laporan keuangan baik berbentuk data keuangan yang sudah dikenal ataupun yang lain. Oleh karena itu, permasalahan yang harus dikaji untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan terhadap informasi keuangan. Kebutuhan informasi keuangan itulah yang akan terealisir pada akhirnya, yang diungkapkan dalam laporan keuangan.
3. Prinsip ketiga
Istimrariyyah ( Kontinuitas )
Istimrariyyah adalah prinsip yang keberadaannya dapat memberi pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan likuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi mengarah kepada kebalikannya. berdasarkan pendefinisian terhadap prinsip ini maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
- umur perusahaan tersebut tidak tergantung pada umur para pemiliknya
- prinsip ini merupakan bagian dari fitrah dari manusia yang Allah SWT ciptakan manusia atas dasar fitrah tersebut
- prinsip ini dalam kaitannya dengan usaha investasi, merupakan suatu kaidah yang umum
- sebagai akibat dari prinsip ini, maka seluruh transaksi-transaksi,dan tindakan-tindakan manajemen, baik intern maupun ekstern, haruslah menjadikan prinsip ini sebagai pelajaran, mulai dari penentuan asas pendanaan kegiatan investasi sampai pengukuran hasil-hasil akhir dan pengilustrasian hasil-hasil kegiatan dan neraca yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
- sesungguhnya penerapan prinsip ini haruslah memperhatikan faktor-faktor pasar, baik segi penambahan, pengurangan, perluasan, dan penyempitan dari faktor-faktor yang mempunyai hubungan secara langsung dengan kelangsungan kegiatan
Muqabalah ( Matching )
Muqabalah adalah suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi yang lainnya. Sebab, setiap sesuatu yang terjadi, pasti karena adanya suatu tindakan yang mendahuluinya, yang didasari oleh tujuan tertentu. Dan untuk selanjutnya, kedua kejadian tersebut harus saling dikaitkan guna mengetahui pengaruh-pengaruh yang di akibatkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar